Recent News

Selamat datang kawan di blog personal saya. Semoga anda tidak muntah membaca semua postingannya.

Selasa, 08 Februari 2011

Papua Ku Malang !!!

Masalah Freeport belum juga tuntas,kini rakyat Papua di rundung derita lagi. Hadirnya MIFEE yang tak lain adalah singkatan dari Merauke Integrated Food and Energy Estate,kini menjadi momok yang mencemaskan rakyat Papua.

MIFEE sendiri adalah sebuah proyek raksasa yang ambisius untuk memasok bahan makanan dan energi secara terpadu. Proyek ini resmi di canangkan oleh Bupati Merauke, Jhon Gluba Gebze pada perayaan HUT kota Merauke ke 108 tanggal 12 Februari 2010 lalu. Proyek ini di canangkan sebagai solusi untuk mengatasi kerentanan pangan di Papua. Namun proyek ini justru semakin membatasi warga untuk mengelola lahan pertanian lokal berbasis komunitas.

Proyek tersebut kini mengancam ke asrian alam Papua. Karna proyek ini di dirikan di atas lahan seluas 1.616.234,56 Hektar. Di mana lokasi tersebut merupakan tempat tumbuhnya kayu alam, binatang dan sumber makanan pokok satu-satunya bagi kaum pribumi setempat. Yang lebih mengenaskannya lagi. Kabupaten Merauke memiliki luas 4,7 juta hektare dan 95,3% adalah kawasan hutan. Namun pemerintah justru memberikan hak guna usaha (HGU) lahan hutan dan perkebunan kepada investor, bukan kepada warga Papua.

Dan kini dampak negativ dari pembangunan proyek ini sudah mulai di rasakan oleh sejumlah masyarakat setempat. Di Kampung Boepe, Distrik Kaptel kabupaten Merauke, masyarakat pribumi sudah mulai kesulitan mendapatkan kayu bakar, binatang buruan, air bersih dan makanan pokok mereka yaitu Sagu. Hal ini karena PT Medco Papua Industri Lestari, salah satu Anak Perusahaan Medco Group ini sudah membabat habis hutan dan sumber-sumber makanan bagi masyarakat setempat. Selain itu limbah hasil Pengolahan Kayu Serpih dibuang di sungai sehingga mencemari sumber air satu-satunya di Kampung Boepe.

Bukan hanya ke asrian alamnya saja yang mulai terancam oleh hadirnya proyek MIFEE ini. masyarakat Papua pun demikian. Bahkan kaum adat Malind dan Anim yang notabene adalah masyarakat asli setempat,terancam juga hak hidupnya. Karna proyek ini membutuhkan jutaan pekerja migran untuk mengolah lahan pangan tersebut. Sedikitnya 4 juta orang akan didatangkan dari luar Papua untuk bekerja sebagai buruh-tani dalam proyek MIFEE. Ini artinya akan ada pertambahan penduduk sekitar 4 juta buruh-tani + 4 juta (suami/istri buruh-tani) + 8 juta (2 orang anak mereka sesuai standar KB) + 8 juta (2 orang kerabat buruh-tani) = 24 juta orang. "Dengan jumlah populasi penduduk pribumi Merauke yang hanya sekitar 52.413 orang atau sekitar 30% dari 174.710 total penduduk Kabupaten Merauke (Papua dan Non Papua) maka dapat dipastikan bahwa genosida atau pemusnahan komunitas pribumi akan terjadi secara spontan” ungkap Diana Gebze dari Solidaritas Rakyat Papua Tolak Mifee ( Sorpatom).

PT Medcopapua Industri Lestari telah menerima ijin dari Kementeri kehutananuntuk masuk ke Merauke, Papua, untuk “Wood Chips”, kapasitas 2 juta meter kubik senilai Rp409,5 miliar. Selanjutnya perusahaan yang di nakodai oleh Arifin Panigoro ini masuk ke Merauke dalam Program Mifee ini.PT Medcopapua Industri Lestari, anak usaha Medco Group menargetkan nilai investasi di provinsi Papua hingga akhir tahun diperkirakan mencapai US$80 juta. Dana tersebut digunakan untuk pengembangan biomassa dan hutan tanaman industri (HTI).Namun target dari perusahaan yang berpusat di Jakarta ini tidak dengan mulus masuk ke Merauke karena sejumlah kalangan menolak Program Mifee ini.Salah satu kejahatan adalah penipuan dari Perusahaan dan Pemerintah terhadap pemilik hak ulayat.. Mereka membayar ganti rugi hanya Rp. 8,- /M2 , sebuah nilai yang lebih murah dari harga 1 buah pisang goreng” tegas Diana lagi.

Proyek ini benar-benar menyengsarakan masyarakat Papua dan mengancam ke asrian alam dan juga adat istiadatnya. Meski begitu masyarakat Papua tak tinggal diam. Sudah berpuluh aksi penolakkan di lancarkan untuk menghentikan pembangunan proyek ini. tapi,serupa dengan kasus Freeport,siapa yang menolak maka akan sengsara hidupnya. Itulah yang terjadi pada beberapa aktivis yang menolak proyek ini,seperti Ardiansyah Marta’is-wartawan sekaligus aktivis HAM-yang hilang selama dua hari dan di temukan tewas pada 30 Juli 2010 di sungai di daerah Merauke. Kematian Ardiansyah di klaim sebagai tindakkan bunuh diri oleh polisi namun fakta di lapangan membuktikan adanya tindakkan kekerasan sebelum tewasnya Ardiansyah,dua buah tulang rusuk miliknya pecah. Kemudian Asli Wenda dan Elius Tabuni di tembak di Desa Bolakme,Wamena. Gire Kindeman yang seorang pastor, di tembak mati oleh aparat polisi di Tingginambut,Puncak Jaya. Sedangkan seorang aktivis HAM lainnya yang bernama Sebby Sambbom,terpaksa harus melarikan diri bersama keluarganya karna mendapat ancaman mati dan intimidasi dari intelijen Indonesia. Dan sekurang-kurangnya 114 orang di tangkap atas demontrasi penolakkan.

Intinya MIFEE tidak akan membawa kesejahteraan apa-apa untuk warga Papua. Hanya tinggal satu kata untuk menutup artikel ini ialah TOLAK!!!


**Tulisan ini dimuat dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar