Recent News

Selamat datang kawan di blog personal saya. Semoga anda tidak muntah membaca semua postingannya.

Kamis, 21 April 2011

Pengulangan Yang Menyakitkan



Apa yang sedang gua rasakan pada saat menulis semua ini adalah apa yang pernah gua rasakan sebelumnya. Sungguh sial memang, gua kembali harus menelan pil pahit ini untuk kesekian kalinya. Gua kembali merasakan semua ini karna sikap toleran gua pada waktu itu. Tapi untuk saat ini, gua akan bersikap intoleran meski konsekuensi yang harus gua terima akan menyakitkan.

Maaf, kalau pada akhirnya sikap intoleran ini harus gua ambil. Itu karna ketidak inginan gua untuk merasakan hal seperti ini lagi. ketidak nyamanan gua atas apa yang ia lakukan di belakang gua.

Bagaimana bisa gua mengambil keputusan macam ini ? Itu tak terlepas dari apa yang dia perbuat beberapa hari belakangan ini. Mulai dari hal yang menurut dia sepele yang justru bagi gua itu adalah hal harus segera di sikapi olehnya sampai kepada hal yang benar-benar membuat gua seperti berada di ruang otopsi meski dalam keadaan hidup gua akan siap di bedah, benar-benar mengerikan.

Semuanya bermula ketika hasrat untuk mengetahui selak beluk tentang jejaring sosial bernama Twitter itu muncul di benak gua. Gua yang dari awal boomingnya Twitter ini begitu acuh dan menganggap kalau membuat akun Twitter adalah sesuatu hal yang sia-sia mendadak ingin mengetahuinya. Keingin tahuan gua tersebut tak lepas dari dia yang ternyata sudah mempunyai akun Twitter. Yah, kalau mau dibilang ini sebagai control gua terhadap dirinya.

Semuanya masih berjalan normal hingga pada satu titik gua menjadi terperangah ketika melihat akun Twitter miliknya. Ternyata dia benar-benar memanfaatkan keadaan gua yang acuh terhadap Twitter untuk menjalin komunikasi dengan cowok lain. Sebetulnya ini bukan suatu perkara besar karna gua tidak mempunyai hak apapun untuk melarang dia untuk membangun komunikasi dengan siapapun. Tapi yang gua perkarain disini adalah sebelumnya ia pernah mengyanggah menjalin komunikasi dengan cowok tersebut. Ia malah pernah menyebutkan bahwa cowok itu justru yang selalu ingin mengetahui kabar tentang dirinya. Tapi apa kenyataannya ? gua justru melihat hal yang berbalik. Dia-lah yang justru telah begitu antusias menanyakan kabar cowok tersebut sampai yang paling membuat gua menjadi pria ringkih adalah ketika dia menawarkan diri untuk ikut bersama cowok itu yang sedang hangout di sebuah café.

Melihat semua itu gua seperti sedang merasakan pancaran sinar Matahari di malam hari. Pikiran gua menjadi rancu seketika. Dua tahun gua dan dia berjalan pada satu sisi yang sama. Sama-sama melewati malam dan siang. Melompati setiap kubangan kecil maupun besar yang menghadang. Membentangkan tangan di antara angin malam yang bertiup kencang tanpa pernah sekalipun tunduk pada rembulan. Kini, apa yang terjadi ? dia telah membuat gua untuk memilih menyebrang dan berjalan sendirian di sisi jalan yang berbeda dengannya.

Masalah ini benar-benar pelik sehingga teriakkan pekik tak mampuh menyelesaikan semua ini. Menghela nafas dalam-dalam pun tak mampuh mengurangi beban yang bertengger di pundak. Hingga akhirnya gua memutuskan untuk bersikap intoleran pada masalah yang tengah merundung kita berdua.

Berat memang. Terlebih lagi, gua telah dengan sembrono melempar lembing-lembing harapan bersamanya. Sialnya, lemparan gua terlalu kuat sehingga lembing tersebut terpental jauh entah kemana.

Hey! Gua masih punya banyak lembing untuk gua lemparkan. Kenapa gua harus meratapi lembing gua yang telah hilang entah kemana itu ? sebuah ketoloan apabila gua tetap terpaku memikirkan dimana lembing itu jatuh untuk gua ambil kembali.

Dengan apa yang sedang gua rasakan saat ini gua jadi bertanya, apa sih sebetulnya esensi dari pacaran itu ? apakah dengan pacaran kita harus mengabdi hanya pada pasangan kita saja ? dan memutus semua selang komunikasi kita dengan orang lain (lawan jenis) yang sebelumnya telah kita jalin jauh sebelum kita berkomitmen untuk menjalin suatu hubungan serius dengan pasangan kita. Jika memang itu esensinya,jujur,gua gak setuju. Mungkin dia juga tidak setuju dengan esensi seperti ini sehingga dia dengan leluasa berkomunikasi dengan cowok-cowok lain. Tapi kenapa dia selalu melarang gua untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang dia lakukan: menjalin komunikasi dengan orang lain ?

Masalah ini benar-benar kompleks. Rumit,serumit karya Madilognya Bung Tan yang gua dapat dari situs marxis,lirik-lirik Homicide yang keduanya tak mungkin di cerna hanya dalam sekali membacanya.

Yang jelas untuk saat ini, gua sedang berusaha untuk menghapus semua coretan-coretan yang pernah tergurat dalam buku diary kita berdua. Susah memang menghapusnya. Bahkan tak sanggup di hapus dengan penghapus karet yang di rekomendasikan pemerintah pada semua siswa/I sewaktu akan menghadapi Ujian Nasional. Mungkin harus di robek ? yah, harus di robek dengan begitu hanya akan tersisa sampul depan dan belakangnya saja. Sedangkan isinya, akan gua ganti dengan lembaran yang baru.

AH! Rasanya seperti ingin melompat dari Grand Canyon tanpa satupun alat pengaman yang melekat erat pada tubuh. Dangkal jika itu gua lakukan. Lebih dangkal lagi apabila gua tetap membiarkan hal ini untuk terus terulang esok hari. Intoleran adalah sebuah solusi mutlak, nampaknya.
Yah! Semua ini harus segera di akhiri dan tulisan galau gua ini pun harus gua akhiri sebelum kalian yang membacanya memuntahkan semua isi perut kalian di depan layar monitor. Apakah ada diantara kalian yang saat ini sedang mencibir tulisan gua ini ? itu hak kalian. Terserah kalian mau berkomentar apa. gua cuma mau menunjukkan satu sisi dari diri gua sebagai seorang manusia yang raganya berisi jiwa. Jiwa yang mampuh merasakan rasa. Berbeda dengan kalian yang saat ini seolah-olah tak membutuhkan cinta dan antipati untuk merasakannya. KALIAN BODOH!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar